Jumat, Juli 13, 2012

Nasi Pedas Ibu Andika

Bulan Juni kemarin aku bersama dua orang teman kantorku berangkat ke Bali untuk menghadiri suatu acara di plasa Amata komplek GWK Denpasar. Kami sengaja back packeran ke Bali berangkat naik bis "Bali Perdana" seharga 130 ribu dari terminal Bungurasih menuju Ubung. Kami sempat kerepotan karena ternyata sekarang penumpang tak boleh berhenti di Ubung tapi di terminal Mengwi. Beruntung bis Bali Perdana yang kami tumpangi ini menuju Bangli jadi kami masih bisa berhenti di jalan Cokroaminoto Denpasar (sekitar 2 km sebelum terminal Ubung).

Karena pekerjaan kami di GWK kami memutuskan menginap di Kuta dengan alasan lebih dekat dari GWK dan bisa menimakmati bermain di pantai Kuta sembari menunggu matahari terbenam. Kawasan Poppies lane tetap jadi acuan mencari penginapan. Meski udah hunting berbagai nama hotel murah tapi ujung-ujungnya tetap kembali ke Sarijaya Cottage langganan kami yang berada di Poppies lane gg Surga. Kami dipatok harga 250 ribu perak permalam. Tak apalah.

Demi menghemat biaya, nasi jinggo yang sering jadi menu andalan kami di pagi dan siang hari. Harganya di Kuta bervariasi mulai 3500-5000 perak perbungkus. Karena ada larangan penjual nasi di pantai Kuta umumnya penjual ini sembunyi-sembunyi menggelar dagangannya. Terselubung di balik penjual minuman/soft drink. Jadi coba tanya pada penjual minuman di Kuta apakah mereka sediakan nasi jinggo. Sedangkan jika malam hari kami biasa makan di KFC. Paket goceng.hehehe.

Setelah semua pekerjaan di GWK beres kami pun mesti pulang. Kami putuskan jalan kali ke raya Kuta untuk membeli oleh-oleh sebelum naik kendaraan umum menuju terminal. Kata teman sebaiknya cari saja oleh-oleh di sekitar Supernova. Ternyata Supernova ini dekat Joger. Tapi terus terang kami tak masuk toko Joger melainkan membeli berbagai oleh-oleh mulai daster hingga kaos dan kacang bali di toko oleh-oleh di depan Joger. Lelah berbelanja oleh-oleh kami bermaksud makan siang. Kami lirik ada warung di samping toko oleh-oleh itu. Sangat ramai sekali. Usut punya usut ternyata itu warung nasi pedas ibu Andika.

Nama nasi pedas ibu Andika sudah pernah kudengar sebelumnya tapi tak terpikir kalau kami bisa mencobanya.  Dengar-dengar sudah berdiri sejak 30 tahun yang lalu. Dulunya cuma sebuah warung kecil tetapi sekarang jadi besar. Pelanggannya pun tak hanya warga lokal tapi para turis domestik. Kalau bule? entahlah.hehehe.Wow tempatnya luas, dilengkapi mushola dan toilet. Tapi toiletnya nggak gratis. Kita mesti membayar 2 ribu perak. Wah sudah sama seperti di stasiun gambir saja.hehehe.


Wow ada berbagai lauk pauk yang bisa kita pilih mulai dari ayam suwir, ayam bumbu, ikan teri, daging, dadar jagung, telur dan sebagainya. Biasanya dalam penyajian dengan nasi sayur daun singkong, atau urap.
Kami sengaja memilih hanya nasi sayur dengan lauk suwiran ayam dan trancam seharga 11 ribu perak. Dan satunya nasi dengan terong, suwiran ayam plus dadar jagung seharga 10 ribu perak. Tiap kali kita pesan makanan sudah diberi kupon harganya. Lucu sekali. Dan untuk minumnya kita pilih teh botol dan air mineral.

Hm pingin tahu rasanya makan nasi pedas ibu Andika? wow super duper pedas. Kami sampai mencari tahu apa yang membuat makanan yang kami santap berasa pedas. Sambalnya, atau sayurnya atau lauknya? ternyata semuanya pedas. Sambalnya padahal sambel merah bukan sambal matah tapi entah mengapa sangat pedas sekali.
Seumur-umur makan nasi sambel, baru sekali ini yang rasa pedasnya menggila. Tak cuma ke mulut, tapi ke leher, dan terasa hingga ke perut. Sure, sego sambel surabaya kalah pedas dengan ini. Para pemuja sego sambel mesti mencobanya jika ke Bali. Dan aku tak menganjurkan untuk yang perutnya tak tahan makanan pedas sebab berbahaya.hehehe Oya, jangan khawatir, halal kok makanan ini.

Tidak ada komentar: