Rabu, Juli 28, 2010

Sate Kelinci Pak Djimsan






Kelinci merupakan binatang yang bagus dikembangbiakkan di daerah dataran tinggi. Di Jogya, salah satu daerah sentra peternak kelinci adalah Sleman. Selain untuk binatang piaraan, Kelinci-kelinci ini juga bisa dikonsumsi. Daging kelinci bagus dikonsumsi oleh para penderita penyakit hipertensi, jantung, asma, obesitas dan lain-lain. Hal ini karena daging kelinci mengandung protein tinggi dan asam lemak tak jenuh, dan rendah lemak, kolesterol,natrium dan sodium serta mengandung omega 3 dan 6.

Di sepanjang jalan menuju kawasan Kaliurang Jogya, cukup banyak penjual makanan dengan bahan dasar kelinci. Salah satunya adalah warung sate kelinci pak Djimsan. Pemiliknya memang bernama Djimsan Santoso. Ia adalah salah satu peternak kelinci dan ketua paguyuban peternak kelinci di Sleman. Lokasi warung sate kelinci pak Djimsan ini adalah jalan Raya Kaliurang Km 19.  Warung yang menggunakan bangunan kayu ini dengan desain Jawa kuno ini sudah berdiri sejak tahun 2005 yang lalu. Pembeli biasanya memilih makan secara lesehan sebab lebih santai.

Beberapa menu yang dijual di warung sate kelinci pak seperti sate kelinci, tengkleng kelinci, tongseng kelinci, krengsengan kelinci dan sebagainya. Beberapa waktu yang lalu saat aku dan salah seorang teman jalan-jalan ke Kaliurang, mampir di warung pak Djimsan dan mencoba memesan sate kelinci dan tongseng kelinci. Untuk minumannya kami sengaja pilih es rossela dan wedang jahe panas. Sembari menunggu makanan disiapkan, aku sempat melihat para pelayannya sibuk mengiris daging kelinci di bagian samping belakang warung. Sepertinya kelinci-kelinci ini memang baru disembelih, jadi dilihat dari warnanya masih terlihat merah (daging segar).

Sesudah menunggu beberapa saat, makananpun disajikan ke hadapan kami. Kami sengaja berbagi lauk supaya bisa merasakan kedua menu tersebut. Untuk sate kelincinya ternyata memang enak. Dagingnya lunak dan seratnya halus. Jadi aku tak kesulitan menggigitnya. Bumbunya bukan menggunakan bumbu kacang tetapi bumbu kecap saja seperti sate kambing. Dalam satu porsinya disajikan 5 tusuk sate dengan didampingi beberapa butir bawang merah, irisan kul, daun jeruk, tomat dan jeruk nipis. Rasanya manis.

Sedangkan tongseng kelinci takkalah lezatnya. Sepertinya tongseng kelinci ini sebenarnya dimasak seperti tongseng kambing. Yaitu menggunakan aneka ragam rempah-rempah dan santan cair serta kecap. Dagingnya dipilih yang agak berlemak dan dipotong kecil-kecil. Pada penyajiannya dengan menggunakan kul, tomat, mentimun, taburan daun bawang. Rasa kuahnya mantap, yaitu perpaduan manis, asin dan pedas. Tentunya lebih nikmat lagi dimakan dengan nasi putih yang pulen.

Setelah menghabiskan makanan, aku langsung meminum es teh rosela yang kupesan. Es teh rosela ini berwarna kemerahan. Rasanya enak, antara manis dan asam. Aku benar-benar menyukainya karena jarang-jarang ada rumah makan yang menjual teh rosela seperti ini. Sesudah puas makan dan minum kamipun bergegas pulang. Sebelumnya taklupa mesti membayar dulu. Ternyata harganya tak terlalu mahal. Makan minum berdua tak sampai 40 ribu perak. Kayaknya bisa diulang lagi ke sini jika jalan-jalan ke Kaliurang lagi.

Jumat, Juli 23, 2010

Kupat Tahu Kancilan



Jalan-jalan ke Jogya memang tak pernah membosankan. Kota ini punya sejuta daya tarik yang membuat kita mau datang dan datang lagi. Setiap kali bertugas ke Jogya, aku selalu menyempatkan diri menyusuri sepanjang jalan Malioboro. Rasanya menyenangkan melihat berbagai barang yang dijual para pedagang Malioboro, mulai baju batik, wayang, kaos khas Jogya, sandal kulit hingga beragam asesories bisa kita dapatkan di sini. Harganya juga murah tetapi dengan catatan kita harus pintar-pintar menawar. Minggu lalu saat aku kembali datang ke Jogya aku pun melakukan hal yang sama, yaitu berjalan-jalan mulai dari setasiun Tugu hingga benteng Vradeburg. Setelah selesai mengantar teman berburu scarf dengan harga murah di Mirota batik, kami pun merasa kelaparan. Tetapi terus terang aku dan teman-teman kurang begitu tertarik dengan makanan yang dijual di sepanjang jalan Malioboro. Oleh karena itu kami memutuskan mencari kuliner lain khas Jogya. Salah satu teman baikku yang berdomisili di Jogya langsung mengajak kami menuju ke kawasan jalan Kaliurang. Semula kupikir ia akan membawa kami ke daerah Pakem atau Kaliurang atas. Ternyata aku salah, sebab setelah melewati jalan Kaliurang km 8 ia membelokkan mobilnya ke kiri. Aku sempat melihat bahwasanya kami melewati perumahan Merapi View (salah satu perumahan elite di utara Jogya) sebelum berhenti di sebuah warung. Tertulis di kain spanduknya Warung Kupat Tahu Kancilan Jl. Kapten Haryadi, Sinduhardjo, Ngaglik Sleman Jogyakarta. Aku pun turun dari mobil dan masuk ke dalam warung tersebut. Menurutku menyenangkan karena terletak di dekat persawahan sehingga hawanya masih sejuk. Bangunan warungnya juga separo tembok saja seperti bangunan depan rumah khas Jawa Tengah yang lama. Kami pun memesan beberapa porsi kupat tahu untuk disantap. Sembari menunggu kupat tahu dihidangkan, kami menyantap tempe goreng tepung yang baru turun dari wajan (panas) dan menyeruput segelas tape ketan hijau panas. Wow uenak banget. Tiba saat kupat tahu disajikan. Aku langsung buru-buru memotretnya sebentar karena sudah tak sabar untuk memakannya. Dalam sepiring Kupat Tahu ini berisi beberapa iris kupat, beberapa iris tahu goreng setengah matang, kul mentah, taoge rebus, taburan bawang merah, rajangan seledri dan kerupuk. Sedangkan bumbunya sepertinya merupakan perpaduan dari kecap, kacang tanah goreng, bawang putih, cabe rawit, air, gula dan garam. Rasa kupat tahu ini ternyata enak juga antara manis, asin dan pedas. Makanya tak heran bila banyak pembelinya. “Warung kupat tahu ini sudah berdiri sejak tahun 1991,” kata bu Kardi, pemilik warung kupat tahu Kancilan. Menurutnya, mereka biasa buka warungnya dari jam 8 pagi hingga 8 malam. Pelanggannya tak tanya warga sekitar warung tersebut. Karena ketagihan tahu kupat bikinan bu Kardi, para pelanggan dari berbagai wilayah Jogya mau jauh-jauh makan disini. Apalagi harganya memang masih murah. Seporsi kupat tahu hanya dihargai sebesar 5 ribu perak. Boleh Anda coba mampir kesana kalau sedang berlibur ke Jogya.

Selasa, Juli 20, 2010

Tergoda Nasi Liwet Solo



Hampir setiap kali berkunjung ke kota Solo, aku tak pernah melewatkan waktu untuk makan nasi liwet. Rasanya kurang lengkap bila tak menyantap nasi yang dimasak dengan santan dan bumbu-bumbu tersebut di kota asalnya. Perpaduan nasi liwet, dengan ayam opor dan sayur labu siam memang benar-benar menggoda selera. Beberapa warung nasi liwet yang terkenal di Solo umumnya buka di malam hari. Sebut saja diantaranya yaitu  warung nasi liwet bu Wongso Lemu di jalan Keprabon Solo atau nasi liwet yu Sani di Solo Baru. Tetapi sebenarnya banyak juga penjual nasi liwet yang berdagang di pagi hari. Bahkan ibu-ibu penjual nasi liwet gendong lebih sering menjajakan makanan yang dijualnya keluar masuk kampung di pagi hari. Sepertinya memang nasi liwet bisa dimakan sesuai keinginan. Mau untuk sarapan boleh, makan siang oke, makan malam pun tak masalah. Minggu lalu aku kembali bertugas ke Solo. Sayangnya aku hanya punya waktu semalam menginap di kota batik ini. Makanya aku mesti membagi waktu dengan seksama supaya bisa menyantap makanan khas Solo yang ingin kumakan. Hari masih pagi saat aku keluar dari penginapan dan naik becak menuju pasar Gede Solo. Pasar Gede memang pusatnya kuliner khas Solo di pagi hari. Sesudah sampai di depan pasar Gede aku pun langsung menuju tempat penjual nasi liwet yang terkenal di sana. Namanya nasi liwet Bu Sri. Lokasi tepatnya adalah di depan pasar ikan atau seberang pasar Gede Solo. Ada poster berwarna hijau yang bertuliskan “Nasi Liwet Pasar Gedhe Bu Sri” di belakang penjual nasi liwet tersebut sehingga mudah mencarinya. Jangan membayangkan warung kaki lima biasa. Sebab disini yang ada hanya seorang penjual yang duduk di kursi pendek di belakang barang dagangannya. Untuk pembelinya disediakan dua bangku panjang yang berada di depan dan samping tempatnya berjualan. Aku pun duduk di bangku samping dan memesan makanan yang kuinginkan. “Nasi liwet satu, bu. Pakai sayap tapi tak pakai telur ,” kataku dengan menggunakan bahasa Jawa halus. Ia pun mulai menyiapkan makanan yang kupesan. Nasi liwet tersebut disajikan dengan piring daun (pincuk). Meski ada sendok daun (suru) tetapi aku memilih menggunakan sendok biasa. Aku pun mulai menyantap nasi liwet tersebut. Rasa nasi liwetnya enak, tidak terlalu asin. Sayur labu siamnya yang berwarna kemerahan tidak pedas.  Makanya aku meminta tambahan cabe rebus agar makanan yang kusantap terasa pedas. Opor ayamnya juga enak. Daging ayamnya empuk dan gurih. Pokoknya benar-benar nikmat. Di sela-sela aku makan, aku sempat menanyakan kepada perempuan yang kusangka bernama Bu Sri tersebut. “Sudah lama ya, bu berjualan disini,” tanyaku. Ia pun bercerita bahwa sudah cukup lama keluarganya berjualan nasi liwet disini. Sebenarnya dulunya ini merupakan usaha milik “Bu Sri”. “Tetapi sekarang bu Sri sudah tidak ada (meninggal) sehingga kemudian diteruskan anaknya dan saya,” ujar perempuan bernama Imah ini. Aku pun mendengarkan ceritanya sambil manggut manggut. Kemudian tak berselang lama tampak tiga orang ibu juga ikut makan di warung tersebut. Mereka memesan dan lalu tampak asyik menikmati menu sarapan paginya. Dilihat dari penampilannya jelas sama denganku yaitu kaum pendatang. Sesudah makan aku pun membayar nasi liwet tadi. Ternyata aku mesti membayar 8500 perak untuk nasi liwet dengan tambahan sayap tanpa minum. Belum juga aku beranjak, datang seorang pedagang pasar yang juga membeli nasi liwet disana. ” Pakai hati ya, harganya biasa kan,” katanya dengan menggunakan bahasa Jawa sembari mengangsurkan uang kepada penjualnya. Tak yakin berapa jumlah uang yang diberikan tetapi sepertinya hanya sekitar 5000 perak. Wow jadi ada perbedaan harga nih antara pembeli dan pelanggan (pedagang pasar Gede Solo). Mau tak mau harus maklum. Meskipun begitu tak membuatku kapok untuk datang lagi kesana jika ke Solo lagi. Nasi liwet memang lezat. Aku jelas tergoda.

Minggu, Juli 18, 2010

Pecel Terik Tegalgondo



Terus terang sudah lama aku penasaran dengan pecel terik Tegalgondo. Menurut beberapa sumber, rasa pecel terik ini lain daripada yang lain. Makanya saat minggu lalu aku diajak menginap Ida, salah satu sahabatku yang sedang mudik di kampung halamannya di kawasan Sawit Boyolali maka aku menyempatkan diri mampir makan di warung pecel terik yang sudah berdiri sejak tahun 1970 an tersebut. Nama warungnya sebenarnya warung pecel terik Mas Gembong . Lokasinya di jalan raya Solo Jogya Km 17, Tegalgondo, Delanggu Klaten. Jadi bila Anda berkendaraan dari Jogya menuju Solo maka lokasinya di kiri jalan sesudah Delanggu dan sebelum Kartasura. Warungnya lumayan luas. Pembeli bisa memilih sendiri menu yang ingin dimakan. Selain pecel terik yang merupakan menu andalannya, juga tersedia soto, sayur bening, sayur lodeh, beragam lauk pauk mulai lele, ikan wader, ikan kotis, botok, pepes, belut, paru, empal, ayam dan sebagainya. Kemarin aku coba menu spesial nasi pecel terik. Nasi pecelnya berisi sayuran taoge, bayam, dan ketimun. Rasa sambal pecelnya manis dan tidak terlalu pedas. Semula aku membayangkan terikdagingnya itu mirip dengan opor tetapi berwarna agak keabuan ternyata salah. Terik daging di sini merupakan daging yang dipotong persegi dan berwarna kecoklatan. Dan rasanya agak manis karena memang menggunakan gula jawa. Umumnya pembeli suka menambahkan peyek udang atau belut goreng sebagai tambahan lauknya. Jelas mantap. Sebagai teman minum, aku memesan es campur. Es campurnya top abis. Isinya beragam mulai kolang kaling, nanas, tape ketan, dawet, caodan sirup tanpa susu. Sirupnya berwarna merah dan terasa manis asam. Menurutku es campurnya ini yang bikin ketagihan sebab jarang bisa menemukan es campur seenak ini. Silakan coba sendiri bila tak percaya.

Soto Kudus Mbak Lin



Salah satu menu yang paling cocok disantap setiap saat adalah soto. Makanya saat salah satu relasiku di Semarang menawariku mencoba soto kudus, aku langsung menyetujuinya. Kami pun langsung menuju warung soto kudus mbak Lin yang berada di jalan Ki Mangun Sarkoro no 15 Semarang. Lokasi tepatnya adalah depan stadiun Diponegoro Semarang. Saat aku memasuki warung soto ini sudah cukup banyak pembeli yang sedang makan di sana. Yang membuat terlihat khas karena mereka masing menggunakan angkringan sebagai tempat panci soto dan nasinya. Pembeli bisa memilih duduk di bagian dalam atau luar. Jika di luar, sebagian kursinya menggunakan bangku dan meja kayu panjang. Di atas meja tertata aneka ragam kerupuk, sate kerang, paru goreng kering, sate telur puyuh, tempe goreng garing dan perkedel kentang. Sembari menunggu soto dihidangkan kami pun mencicipi tempe goreng dulu. Hm kres gurih banget. Ketika soto dihidangkan aku langsung terpana. Soalnya menggunakan mangkuk kecil. Mangkuk kecil ini mengingatkanku pada soto kudus blok M yang pernah kucoba makan di Jakarta. Sepertinya sudah jadi tradisi untuk soto kudus menggunakan mangkuk kecil. Dalam semangkuk soto kudus ini berisi nasi, suun, kubis, ayam suwir dan dengan taburan seledri, dan bawang merah goreng. Kuahnya bening tanpa santan. Rasanya pas di lidah, tidak terlalu asin. Dimakan menggunakan sambal cabe. Hm tambah maknyus. Apalagi jika tambah lauk sate kerang dan paru goreng lebih enak lagi. Umumnya bila pembelinya cowok bakal perlu nambah semangkuk lagi karena masih kurang kenyang. Tetapi tak perlu khawatir sebab semangkuk nasi soto kudus mbak Lin hanya seharga 4000 perak. Murah kan. Makanya jika Anda main ke Semarang silakan mencobanya. 

Kamis, Juli 08, 2010

Sego Ceker Glintung






Malang memang punya banyak tempat wisata kuliner enak. Makanya saat aku berkunjung ke Malang bulan yang lalu berusaha mencari makanan khas kota apel tersebut. Aku mendengar dari salah seorang rekan bahwa salah satu makanan khas malang adalah sego ceker glintung. Karena penasaran maka akupun menuju ke warung sego ceker tersebut. Lokasi warung sego ceker Glintung ini adalah di depan pusat perbelanjaan Carefour jalan Ahmad Yani Malang. Uniknya warung yang telah berdiri sejak dulu kala ini baru buka pada pukul 21.30. Saat pukul 2100 kami sampai di depan warung tersebut ternyata belum ada tanda-tanda warung tersebut buka tetapi begitu kami kembali ke warung tersebut pukul 21.30 ternyata sudah mulai banyak pembeli yang memadati warung tenda kaki lima ini. Kami pun mulai memasuki warung tenda tersebut ternyata meja kursi yang tersedia sudah penuh. Kami sempat ditawari makan diatas bak mobil pick up milik mereka yang ternyata biasa untuk makan lesehan. Tetapi karena salah seorang teman tidak berkenan terpaksa tawaran menarik tersebut terpaksa aku tolak. Jadinya kami mesti menunggu sebentar hingga ada pembeli lain selesai makan dan kami bisa menggantikannya untuk duduk dan makan. Kami pun mulai memesan makanan sesuai keinginan masing-masing. Di warung sego ceker ini yang paling khas memang cekernya. Ceker ini dimasak dengan menggunakan bumbu bersantan kental dan mirip dengan gudeg. Rasa manis dan asinnya pas dilidah. Kuahnya berwarna kecoklatan dan lekoh. Jadi bila selesai makan siap-siap segera cuci tangan karena tangan lengket semua. Bila tak suka ceker, Anda bisa memilih sayap ayam atau kepala yang juga dimasak serupa. Umumnya bagian-bagian ayam ini dimakan dengan menggunakan nasi panas dan sambal. Hanya saja mohon maaf jika terpaksa akua katakan sambalnya kurang terlalu menarik, kurang ada rasa manis asin dan kurang pedas. Padahal sambal adalah teman makan nasi yang paling klop. Jika Anda ingin tambahan lauk, Anda bisa coba sate usus, dan bakwan jagung yang sudah tersedia di atas meja. Yang penting sesudah makan jangan lupa membayar. Jangan kuwatir harganya masih cukup terjangkau.